Beranda | Artikel
Tata Cara Rukuk Dalam Shalat (2)
Selasa, 15 November 2016

Dzikir-dzikir yang dibaca ketika rukuk

Bacaan doa dan dzikir yang berasal dari hadits-hadits yang shahih ada beberapa macam, yang ini merupakan khilaf tanawwu (variasi). Diantaranya:

Pertama, membaca:

سُبحانَ ربِّيَ العَظيمِ (ثلاثاً)

/subhaana robbiy al ‘azhim/ 3x

“Maha suci Allah yang Maha Agung” (HR. Abu Daud 874, An Nasa’i 1144, dishahihkan Al Albani dalam Ashl Shifat Shalat Nabi, 1/268).

Kedua, membaca:

سبحان ربي العظيم وبحمده (ثلاثاً)

/subhaana robbiy al ‘azhimi wa bi hamdihi/ 3x

Maha suci Allah yang Maha Agung dan segala puji bagiMu” (HR. Abu Daud 870, Al Bazzar 7/322, dishahihkan Al Albani dalam Shifat Shalat Nabi, 133).

Ketiga, membaca:

سبوحٌ قدوسٌ ربُّ الملائكةِ والروحِ

/subbuhun qudduus, robbul malaa-ikati war ruuh/

Maha Suci Allah Rabb para Malaikat dan Ar Ruuh (Jibril)” (HR. Muslim 487).

Keempat, membaca:

سُبحانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنا وبِحَمدِكَ، اللَّهُمَّ اغفِر لي

/subhaanakallohumma robbanaa wa bihamdika, allohummaghfirli/

Maha Suci Allah, Rabb kami, segala puji bagiMu. Ya Allah ampuni dosaku” (HR. Al Bukhari 817).

Kelima, membaca:

اللهمَّ ! لك ركعتُ . وبك آمنتُ . ولك أسلمتُ . خشع لك سمعي وبصَري . ومُخِّي وعظْمي وعصَبي

/Allohumma laka roka’tu, wabika aamantu, walaka aslamtu, khosya’a laka sam’i wa bashori, wa mukhkhi wa ‘azhomi wa ‘ashobi/

Ya Allah, untukMu lah aku rukuk, kepadaMu lah aku beriman, untukMu lah aku berserah diri, kutundukkan kepadaMu pendengaranku dan penglihatanku, serta pikiranku, tulang-tulangku dan urat syarafku” (HR. Muslim 771).

Keenam, membaca:

اللَّهمَّ لَك رَكعتُ ، وبِك آمنتُ ، ولَك أسلمتُ وعليكَ توَكلتُ أنتَ ربِّي خشعَ سمعي وبصري ودمي ولحمي وعظمي وعصبي للَّهِ ربِّ العالمينَ

/Allohumma laka roka’tu, wabika aamantu, walaka aslamtu, wa ‘alaika roka’tu, wa anta robbi, khosya’a laka sam’i wa bashori wa dammi wa lahmi wa ‘azhomi wa ‘ashobi, lillahi robbil ‘alamin/

Ya Allah, untukMu lah aku rukuk, kepadaMu lah aku beriman, untukMu lah aku berserah diri, kepadaMu lah aku bergantung, Engkau adalah Rabb-ku, kutundukkan kepadaMu pendengaranku dan penglihatanku, serta darahku, dagingku, tulang-tulangku dan urat syarafku, semua untuk Allah Rabb semesta alam” (HR. An Nasa’i 1050, dishahihkan Al Albani dalam Shifatu Shalatin Nabi, 133).

Ketujuh, pada shalat malam membaca:

سبحانَ ذي الجَبَروتِ والمَلَكوتِ والكِبْرياءِ والعَظَمةِ

/subhaana dzil jabaruut wal malakuut wal kibriyaa’ wa ‘azhomah/

Maha Suci Dzat yang memiliki Jabarut dan Malakut dan memiliki kedigjayaan dan keagungan” (HR. An Nasa’i 1131, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa’i 1131).

Bagaimana hukum membaca dzikir-dzikir tersebut? Syaikh Abdul Aziz Ath Tharifi mengatakan: “Dzikir ketika rukuk hukumnya sunnah mu’akkadah. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Malik dan Asy Syafi’i. Jadi andaikan ditinggalkan maka tidak berdosa dan shalatnya tetap sah. Baik ditinggalkan karena lupa atau karena sengaja…. Sedangkan Imam Ahmad dan Ishaq mengatakan hukumnya wajib, jika ditinggalkan sengaja maka batal shalatnya namun jika karena lupa tidak batal” (Shifatu Shalatin Nabi lit Tharify, 122-123).

Manakah yang lebih utama, membaca salah satu dzikir saja ataukah digabung? Sebagian ulama menganjurkan secara mutlak untuk menggabungkan dzikir-dzikir yang ada. Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad (1/37) menyebutkan:

وكان يقول: (سبحان ربي العظيم) . وتارة يقول مع ذلك، أو مقتصراً عليه: (سبحانك اللهم ربنا! وبحمدك، اللهم! اغفر لي)

“Nabi biasa membaca ‘subhaana robbi al ‘azhim‘ dan terkadang dibarengi juga dengan membaca ‘subhaanallahumma robbana wabihamdika, allohummaghfirli‘ atau kadang hanya mencukupkan diri dengan yang pertama” (dinukil dari Ashlu Shifatis Shalat, 2/649).

Imam An Nawawi dalam Al Adzkar mengatakan:

والأفضل أن يجمع بين هذه الأذكار كلها؛ إن تمكن، وكذا ينبغي أن يفعل في أذكار جميع الأبواب

“Yang paling utama adalah menggabungkan dzikir-dzikir tersebut semuanya jika memungkinkan. Hendaknya menerapkan hal ini juga pada dzikir-dzikir yang ada di bab lain”

Namun yang lebih tepat dan lebih utama adalah terkadang membaca dzikir yang A, terkadang membaca yang B, terkadang membaca yang C, dst. Pendapat-pendapat ulama yang menganjurkan digabung dikomentari oleh Allamah Shiddiq Hasan Khan dalam Nazilul Abrar (84) :

يأتي مرة بهذه، وبتلك أخرى. ولا أرى دليلاً على الجمع. وقد كان رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا يجمعها في ركن واحد؛ بل يقول هذا مرة، وهذا مرة، والاتباع خير من الابتداع 

“Yang lebih tepat adalah terkadang membaca dzikir yang ini terkadang membaca dzikir yang itu. Saya memandang tidak ada dalil yang mendukung pendapat dianjurkan menggabung. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak pernah menggabungnya dalam satu rukun, namun beliau terkadang membaca yang ini dan terkadang membaca yang itu. Dan meneladani Nabi lebih baik daripada membuat-buat cara baru” (dinukil dari Ashlu Shifatis Shalat, 2/649).

Dan pendapat Shiddiq Hasan Khan ini juga yang dikuatkan oleh Al Albani rahimahullah.

Larangan membaca ayat Al Qur’an ketika rukuk

Pada saat rukuk dilarang membaca ayat-ayat Al Qur’an, sebagaimana juga dilarang ketika sujud. Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, beliau mengatakan:

نَهَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا

Dahulu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarangku membaca Al Qur’an dalam keadaan rukuk dan sujud” (HR. Muslim no. 480).

At Tirmidzi mengatakan: “demikianlah pendapat para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, para tabi’in dan yang setelahnya, mereka melarang membaca Al Qur’an ketika rukuk dan sujud” (dinukil dari Ashl Shifat Shalat Nabi, 2/669).

Dan larangan ini berlaku baik dalam shalat wajib, maupun dalam shalat fardhu. Al Albani mengatakan, “yang zhahir, tidak ada perbedaan antara shalat wajib dan shalat sunnah dalam hal ini, kerena haditsnya umum. Pendapat ini diselisihi oleh Atha’, ia mengatakan: aku tidak melarang jika engkau membaca Al Qur’an ketika rukuk atau sujud dalam shalat sunnah” (Ashl Shifat Shalat Nabiy, 2/669).

Diantara hikmah larangan ini adalah agar ketika rukuk dan sujud seseorang menyibukkan diri dengan dzikir dan doa. Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhuma mengatakan,

ألا وإني نُهيتُ أن أقرأَ القرآنَ راكعًا أو ساجدًا, فأما الركوعُ فعظموا فيه الربَّ عز وجل وأما السجودُ فاجتهدوا في الدعاءِ فقَمِنٌ أن يستجابَ لكم

Ketahuilah, aku dahulu dilarang oleh Nabi untuk membaca Al Qur’an ketika rukuk dan sujud. Adapun rukuk, hendaknya kalian banyak mengagungkan Ar Rabb ‘Azza wa Jalla. Adapun ketika sujud, bersungguh-sungguhlah dalam berdoa karena doa ketika itu sangat layak untuk dikabulkan” (HR. Muslim 479).

Oleh karena itu, selain bacaan dzikir-dzikir yang disebutkan di atas juga dibolehkan serta disunnahkan ketika rukuk untuk memperbanyak dzikir yang diajarkan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, yang isinya mengagungkan Allah secara umum tanpa dibatasi dengan lafadz tertentu (Shifat Shalat Nabi lit Tharifiy, 125).

Para ulama juga menyebutkan hikmah-hikmah lain dari larangan ini. Al Mulla Ali Al Qari menjelaskan: “Al Khathabi mengatakan bahwa hikmah larangan ini karena rukuk dan sujud itu keduanya adalah posisi puncaknya ketundukkan dan perendahan diri yang hendaknya dikhususkan dengan dzikir dan tasbih. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarang membaca Qur’an ketika itu seakan-akan beliau tidak menyukai dicampurkannya kalam Allah dengan kalam manusia pada satu tempat sehingga seolah-olah setara. Disebutkan Ath Thibi juga, bahwa hal tersebut juga terlarang dalam keadaan berdiri” (Mirqatul Mafatih Syarah Misykatul Mashabih, 1/711).

Berdoa ketika rukuk

Syaikh Abdul Aziz Ath Tharify menjelaskan: “Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam (dalam rukuk) membaca:

سُبحانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنا وبِحَمدِكَ، اللَّهُمَّ اغفِر لي

Maha Suci Allah, Rabb kami, segala puji bagiMu. Ya Allah ampuni dosaku” (HR. Al Bukhari 817).

Ini menunjukkan bahwa rukuk merupakan tempat yang utama untuk berdoa. Maka seseorang boleh berdoa ketika rukuk dengan doa-doa yang ia bisa disamping juga banyak berdzikir mengagungkan Allah Jalla wa ‘Ala. Ini tidak menafikan hadits “Adapun rukuk, hendaknya kalian agungkan Ar Rabb”. Karena doa ini adalah tambahan dari dzikir mengagungkan Allah, sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Maka keduanya digabungkan. Dan lafadz “Ya Allah ampuni dosaku” (dalam dzikir rukuk) ini menerapkan firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Maka bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu dan memohon ampunlah” (QS. An Nashr: 3)” (Shifat Shalat Nabi lit Tharify, 126).

Maka dibolehkan juga dalam keadaan rukuk untuk memperbanyak doa, dengan doa-doa yang diajarkan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam atau doa lainnya secara mutlak dengan menggunakan bahasa arab.

Demikian yang sedikit ini semoga bermanfaat. Wabillahi at taufiq was sadaad.

***

Referensi utama:

  • Mausu’ah Fiqhiyyah Muyassarah, Syaikh Husain Al ‘Awaisyah
  • Ashlu Shifati Shalatin Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
  • Shifatu Shalatin Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
  • Shifatu Shalatin Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, Syaikh Abdul Aziz Ath Tharify

Penulis: Yulian Purnama

Artikel Muslim.or.id

🔍 Allah Turun Di Sepertiga Malam, Situs Berita Islam, Uang Haram Sebaiknya Diapakan, Hukum Kurban, Bagaimana Gambar Surga


Artikel asli: https://muslim.or.id/28953-tata-cara-rukuk-dalam-shalat-2.html